Posts Tagged ‘Inspirasi’

10382175_10203363009013262_1694891513485699756_n
Yang berdiri di tengah kami itu namanya Pak Dikdik Wihardi. Angkatannya boleh dikatakan sangat senior di kalangan dosen geodesi ITB. Tapi beliau lah orang berkenan mengunjungi setiap kelompok saat Kemah Kerja dengan berjalan kaki.
Karena dengan kondisi topografi lokasi kemah kerja saat itu, hanya cara tersebut lah yang memungkinkan untuk beliau agar dapat mengamati setiap peserta yang sedang melakukan pembelajaran lapangan untuk dunia profesi kami.

Beliau juga yang mengingatkan kepada kami, bahwa sesungguhnya keilmuan geodesi sudah ditunjukkan Tuhan dalam wahyu-Nya. Kita yang melata di dunia ini hanya melaksanakan apa yang tertuang dalam kitab suci-Nya.

Beliau juga yang menunjukkan bahwa teknologi lama belum tentu tidak berguna saat teknologi baru pengganti bermunculan. Karena pada dasarnya teknologi hanya alat untuk mempermudah pekerjaan, sedangkan prinsip dan konsep ilmu ada dalam diri manusia itu sendiri.

Terima kasih Pak, atas seluruh pembelajaran yang telah diberikan.
Maafkan para ex mahasiswamu yang seringkali tak tahu adab ini.

img_20161008_190132

Fokus pada tujuan.
Berusaha menyusuri jalan yang ditunjukan-Nya.
Jalan yang berliku, menanjak lagi curam, dan penuh kerikil tajam.
Beruntunglah.
Tuhan tidak memaksa kita untuk sampai pada ujungnya.
Ia hanya mewajibkan kita untuk mati di atasnya.

Bertahanlah.
Meskipun langkah kaki meniti perih.
Terkadang orang butuh rasa sakit di awal untuk bisa melesat.
Layaknya peluru pasca sang senjata api itu ditarik pelatuknya.

IMG_8681
Memandang ke bawah saat di puncak menginsyafi banyak cerita.

Ia bicara tentang betapa rintihnya pijakkan pertama, tentang beratnya beban di pundak, tentang kerasnya sakit yang tertahan, tentang jauhnya kaki telah melangkah, tentang sulitnya jalur yang terlewat, dan tentang kecilnya kita dilihat dari bawah sana.

Kadang manusia merasa buntung sudah berada di posisinya. Padahal banyak insan lain yang mendambakannya.

Kadang merasa nasib tak memihaknya, padahal ia sendiri yang memilih melangkahkan kaki menuju jalan nasibnya.

Kadang merasa serba kurang sini-sana, padahal masih banyak yang berharap mendapat sesuap nasi hari ini pun tak apa.

Manusia.

capture-10

Sekiranya memang dalam setiap fase dan tahapan penting hidup ini, Dia membuat hamba ini memulainya dengan ‘sendirian’. Teringat saat diri memulai mengenyam pendidikan formal. Dipisahkan tempat menimba ilmunya dari saudara kandung. Tanpa ada sedikit pun mengenal sesiapa yang bakal menjadi kawan.

Berlanjut ke tahap menengah pertama. Dari 9 orang instansi pendidikan dasar yang sama, Ia letakkan diri saya dalam kelas yang penuh tantangan. Berisi potensi-potensi terbaik dalam distrik, namun tetap tanpa kawan main 6 tahun sebelumnya.

Fase hidup itu berlanjut. Saat jenjang menengah atas, saya diberi kesempatan untuk menempa diri pada instansi pendidikan terbaik di dalam kota. Kembali, bahkan lebih tragis, tak satu jua pun kawan dari fase menengah pertama yang membersamai.

Berlanjut pada pendidikan tinggi. saya berkesempatan untuk berkunjung ke tanah legenda, bumi parahyangan. Sebuah kawah candradimuka terbaik negeri ini, kampus ganesha. Datang dengan status veteran, dan secara de facto masih tetap memulainya dengan sendirian.

Siklus itu kemudian ternyata berlanjut. Saat status bukan lagi mahasiswa. Saat pikiran sudah harus mendewasa. Saat raga tertuntut untuk memberi karya. Saat pemikiran ideal sudah dihadapkan langsung dengan dunia nyata.

Dia kembali tempatkan saya dalam wahana yang samasekali asing.
Dengan segilintir orang yang satu almamater, dan hanya sepasang yang punya strata yang sama.

Saya tersadar, bahwa Allah begitu Maha Memberi Pelajaran pada hamba-Nya. Dengan kondisi yang selama ini ada, saya dituntut untuk tidak bergantung dan berpengharap pada makhluk-Nya. Mengharuskan Dia dijadikan sebagai satu-satunya tempat untuk berkeluh, satu-satunya zat untuk berpengharap, dan satu-satunya Pencipta untuk berpegang.

Sejauh yang dialami, fase-fase krusial itu berhasil dilewati dengan cukup meniti, namun berakhir sejuk di hati.

Diri ini hanya berpengharap, dengan fase ini dimulai dari keadaan yang sama, merupakan pertanda baik dari-Nya. Bahwa aktivitas di depan adalah dibawah lindungan-Nya, dinaungi keberkahan-Nya, dan merupakan jalan untuk meraih surga-Nya.

c360_2016-05-30-21-52-03-2331

MIMPI vs EGOISME.

Telah 4 tahun berlalu, hasrat itu muncul. Setelah diri ini mendengarkan hikayat orang yang pertama-tama bergabung dengannya.

Mereka bercerita tentang negeri yang dimana kesenjangan untuk menikmati pendidikan begitu tinggi.

Mereka bercerita tentang bagian bumi yang katanya sudah berdikari, tapi listrik pun belum sampai ke seluruh penjuru negeri.

4 tahun lalu cerita itu memancing hasrat diri yang kemudian memunculkan mimpi. Ingin rasanya ikut terjun dalam pergerakan yang dirintis. Ingin rasanya diri ini turut menjadi abdi.

Tekad dibulatkan. Diri dipersiapkan. Mental dimatangkan.

Namun, ketika mendapat bisikkan tentang bagaimana keadaan lingkungan sekitar diri. Tersadar mungkin sebagian besar hasrat itu adalah karena egoisme pribadi yang ingin sekali diakui keberadaan dirinya oleh banyak insan negeri.

Apalah arti terjun ke mengakar rumput jikalau diri ini sebenarnya masih hanya ilalang yang sedikit lebih meninggi?

Apalah arti hasrat menjadi abdi di penjuru negeri jikalau itu dengan cara abaikan keluarga dan lingkungan sekitar? Padahal mereka lah yang seharusnya pertama-tama abdikan dan kontribusikan oleh diri ini?

Apalah arti mimpi jikalau ia mungkin akan lebih banyak membikin susah mereka yang selalu mendampingi? Padahal baru secuil diri ini memberi?

Mimpi. Ia seharusnya membuat semakin taat kepada-Nya, meninggikan derajat diri dan keluarga di hadapan-Nya, serta memberi manfaat maksimal kepada lingkungan terdekat sebagai yang pertama-tama.

Tertutur kata maaf, karena cara menyalurkan hasrat ini harus diredam, meskipun semangat nya tetap terus digenggam.

Tertutur kata maaf, karena mungkin saat ini bergabung dengannya bukanlah cara terbaik yang harus dilalui diri ini jika ingin berkontribusi bagi penduduk negeri.

Tertutur kata maaf, untuk mereka yang selama ini mendukung dan siap menjadi tameng dalam setiap tahapan proses yang diikuti.

Bumi ini milik-Nya. Ia hamparkan berbagai cara dan pilihan agar setiap insan dapat memberikan manfaat bagi sesamanya. Serta menjadi sosok pribadi terbaik di hadapan-Nya.

Diri ini yakin, bahwa keadaan saat ini adalah juga bagian dari rencana-Nya. Maka ia akan berikan jalan agar kebaikan dari hasrat itu tetap tersalurkan pada saatnya.

Terima kasih karena selama ini telah memberi inspirasi. Terima kasih atas semangat yang dibagi.

Semoga suatu saat nanti Ia tunjukkan cara lain agar diri ini dapat berbagi dan memberikan kontribusi untuk gerakkan ini.

Terima kasih, Indonesia Mengajar.

Sisa Pasukan…

Posted: November 12, 2016 in Cerita Motivasi, Dunia Kuliah, Goresan Pena
Tags: ,

yudisium-6

Sisa pasukan.

Waktu awal memutuskan melepaskan diri dari amanah di lembaga terpusat dan memilih mengorganisir di prodi, tak pernah terbayang diri ini akan bekerja sama dengan mereka.
Bahkan sempat berprasangka buruk hanya akan ada secuil orang yang mau membantu pekerjaan itu.

Namun ternyata Allah memang tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang berusaha berbuat kebaikan di dunia ini.
Terlebih ini berkaitan dengan urusan-Nya.
Ia kirimkan 12 orang lainnya untuk membantu hamba yang penuh lumpur dosa ini dalam mengelola amanah yang diberikan.
Tentu nya banyak hal yang masih kurang. Banyak hal juga yang dapat diambil pelajaran.

3 orang yang membersamai saya di foto ini adalah sisa pasukan tersebut yang, atas rencana-Nya, tertunda kelulusannya dalam mengarungi kawah candradimuka kampus ini. Beberapa yang lainnya sudah mendahului lepas status mahasiswa nya, beberapa yang lainnya masih diberi kesempatan untuk belajar lebih banyak di kampus yang melahirkan proklamator negeri ini.

Terima kasih atas kebersediaan jiwa dan raga yang diberikan.
Terima kasih karena telah mau untuk sama-sama belajar.
Semoga Allah berkehendak untuk mengabadikan kebersamaan ini hingga di surga-Nya kelak.

Selamat menjalani episode baru kehidupan dunia ini.

Hidup adalah Belajar

Posted: November 12, 2016 in Goresan Pena
Tags: , ,

capture

Jaga terus semangatmu.
Semangat untuk belajar, karena hidup adalah belajar.
Belajar bersyukur meski tak cukup.
Belajar memahami meski tak sehati.
Belajar ikhlas meski tak rela.
Belajar bersabar meski terbebani.
Belajar setia meski tergoda.
Belajar dan terus belajar dengan keyakinan setegar karang.
Meski sudah menjadi sunnah, hati seperti gelombang air laut.
Pasang surut dan sering terbawa arus.
Maka dari itu tetaplah belajar untuk tetap berada di jalan-Nya yang benar.
Belajar menjadi lebih baik, belajar menjadi yang terbaik.