Posts Tagged ‘Tingkat Akhir’

27 Agustus 2014

cover

Perjalanan kemarin kembali mengajarkan saya banyak hal, bahwa negeri ini dianugerahkan Tuhan untuk bangsanya dengan begitu megah.

Jika engkau mendambakan hidup dalam cerah gemerlapnya lampu di Amerika,

saya lebih menikmati gemerlapnya bintang di atap langit Plawangan sembalun Rinjani.

Jika engkau mendambakan bisa berdiri di atas tingginya menara Eiffel, Paris.

Saya lebih memimpikan untuk bisa berdiri di atas puncak setiap pasak bumi yang Allah ciptakan untuk negeri ini.

Jika engkau begitu mengelu-elukan indahnya arsitektur bangunan-bangunan di Eropa.

Saya lebih membanggakan indahnya arsitektur-Nya pada alam bawah laut Nusantara.

Perjalanan ini adalah sebuah bukti kekuatan mimpi, persahabatan, dan cinta yang terwujud akibat campur tangan-Nya.

Bermimpilah, utarakan mimpimu pada-Nya Dan engkau hanya perlu terus melangkah agar engkau dapat melihat setiap kesempatan yang ditunjukan-Nya dalam mewujudkan impianmu.

 

Ananto Indria Pamungkas

-Puncak Dewi Anjani, 3726 mdpl

 

14 September 2014

Malam tadi bumi pertiwi ini kembali menjadi saksi sejarah insan-insan penapak kaki di atasnya, sebuah retorika sengit antara idealisme dan egoisme sesaat yang membuat diri sebagai bagian dari orang-orang yang haus akan pembelajaran ini tertunduk, menitik air mata, dan saling berbagi antara bahagia, sedih, haru, dan damai…

Amanah itu bukan suatu penghargaan kawan,

Ia akan memuliakanmu saat kau dengan tulus memikul hal tersebut, jika tidak bersiaplah untuk jadi terhina karenanya.

Selamat memikul amanah besar ini!

 

18 September 2014

“Setiap bunga akan mekar ketika saatnya tiba: forsythia, kamelia, dsn bunga-bunga lain. Bebungaan itu tahu kapan mereka akan mekar; tidak seperti kebanyakan dari kita yang selalu ingin mendahului yang lain. Apakah kamu merasa tertinggal dari teman-temanmu? Apakah kamu merasa telah menyia-nyiakan waktu sementara teman-temanmu mulai melangkah menuju kesuksesan?

Jika kamu berfikir demikian, ingatlah bahwa kamu memiliki masa mekarmu sendiri, begitu juga dengan teman-temanmu. Musimmu belum datang. Namun, ia pasti datang ketika kuncupmu terbuka. Mungkin kuncup itu mekar lebih lama dari yang lain, tetapi ketika sampai pada waktunya, kamu akan mekar dengan begitu indah dan menawan seperti bebungaan lain yang telah mekar sebelum dirimu.

Jadi, angkatlah kepalamu dan bersiaplah menyambut musimmu!”

 

-Rando Kim

(more…)

40108-revolusi_dari_secang

Membaca buku tersebut kembali menyadarkan diri ini bahwa begitu bersejarah, berwarna, dan penuh dengan lika-likunya kemahasiswaan kampus ini.

Peristiwa Tritura 1966, Aksi yang berujung pada pendudukan militier di kampus, dan lahirnya NKK/BKK yang mengakibatkan bubarnya DEMA ITB (1978-1982). Aksi Pemotongan puluhan bebek tahun 1986, Pemenjaraan dan Pemberian Sanksi DO oleh rektorat pada sejumlah mahasiswa pada tahun 1989, Aksi penolakan skorsing Yos dan Mei yang berujung pada aksi pembakaran KTM oleh salah seorang mahasiswa pada tahun 1994, dan Peristiwa Reformasi 1998, merupakan rentetan bukti yang tidak dapat dielakkan sebagai peran dan coretan legenda kemahasiswaan kampus Ganesa ini.

Semua bersatu. Berjuang untuk membela rakyat, karena semua sadar bahwa dari jerih payah keringat rakyat lah mereka dapat menikmati pendidikan di tempat yang telah melahirkan proklamator negeri ini.

Semua bersatu. Melawan kediktatoran Penguasa Negeri meski beresiko harus berakhir di balik jeruji besi.

Semua bersatu, tak ada arogansi. Warna-warni identitas jurusan justru semakin membuat perjalanan pada arah kemahasiswaan ini bermakna lebih.

Satu arah. Satu semangat. Semangat kesatuan.

Membela rakyat. Melawan tirani negeri. Rela berdiri dengan acungan senjata api di pelupuk mata.

Itu yang dirasakan ketika diri ini menilik jejak-jejak generasi pendahulu kemahasiswaan.

Di era reformasi ini. Semangat kemahasiswaan itu justru mulai tergerus, atau setidaknya itulah yang dirasakan diri ini selama tiga tahun awal menjalani kehidupan sebagai seorang mahasiswa di Kampus Gajah.

Dulu seorang mahasiswa harus menghadapi ancaman skorsing, DO, bahkan dipenjarakan ketika ingin beraktivitas pada kemahasiswaan.

Namun, saat kebebasan untuk berkembang sangat terbuka. Saat bentuk kegiatan kemahasiswaan begitu banyak dan bervariasi. Kemahasiswaan kampus ini justru seolah semakin kehilangan ruh-ruh pengisinya. Bergerak layaknya zombie. Tanpa arah.

Ruh-ruh itu kini bukan ditakuti dengan ancaman skorsing ataupun DO. Bukan juga dengan acungan senjata prajurit negara. Ruh-ruh itu kini dilalaikan dengan beban akademik yang tinggi, canggihnya media informasi masa kini, dan terkonsentrasi dengan semakin menyempitnya masa studi.

Tak butuh kaderisasi organisasi. Tak butuh diskusi. Tak butuh kemahasiswaan yang menyita waktu, menguras tenaga, dan memeras pikiran secara lebih.

HMJ yang dulu sebagai rumah, kantung-kantung massa, dan penopang keberjalanan kesatuan pergerakkan kemahasiswaan, justru saat ini mulai enggan berkiprah dengan berkolaborasi. Sibuk memenuhi kebutuhan internal diri. ‘In Harmonia Progressio’ tak ada lagi.

Mungkin memang ini subjektivitas opini pribadi. Namun itu lah yang dirasakan diri selama menghuni rumah ini. di rumah yang katanya ‘Seorang Pengecut tidak layak tinggal di dalamnya’.

Hidup Mahasiswa!!

Untuk Tuhan, Bangsa, dan Alamater…

Merdeka!!!

 

Bandung, Oktober 2014

Ananto Indria Pamungkas

15111073

20 September 2015

Posted: September 29, 2015 in Cerita Motivasi
Tags: , ,

Tulisan kali ini sebagian besar hanya berisi curhatan saya. Tak ada yang spesial. Hanya ocehan dan ‘penuntasan kewajiban’ yang mengharuskan saya menuliskannya. Gaya bahasa yang saya pakai pun mungkin akan sedikit berbeda, yang biasanya ketika saya mencurhatkan sesuatu cenderung melankolis dan tersirat, tulisan ini mungkin sedikit datar bahkan blak-blakan. Anggap saja ini adalah sisi lain dari seorang Ananto Indria.

Sepekan ini sebenarnya menjadi pekan yang sangat suntuk bagi saya. Entahlah penyebab tepatnya apa. Apakah karena tidak banyaknya kesibukkan yang dilakukan pasca recall dari anggota Kongres KM-ITB, belum berjalannya kesibukkan mengerjakan Tugas Akhir kuliah (yang sebagian besar teman-teman seangkatan saya sudah melewatinya) ataukah yang lainnya. Yang jelas, sepekan kemarin menjadi hal yang cukup membosankan untuk dilewati. Tak banyak inspirasi dan minim sekali gairah aktivitas yang muncul. Beberapa ide tulisan yang muncul untuk kemudian diniatkan agar ditulis, menguap saja tanpa dicatat satupun. Untunglah, saya sudah meminta tolong ke beberapa sahabat agar senantiasa meneror saya untuk terus menulis di blog ini setiap pekannya. Yeah setidaknya, mau tidak mau, saya terpaksa harus menulis untuk menuntaskan kewajiban ini. Anggap saja sahabat saya tersebut adalah penerbit di masa depan, yang senantiasa selalu meneror saya untuk menyetor tulisannya. Hahaha

Terlepas dari itu semua, merasa beruntunglah untuk anda yang memiliki sahabat-sahabat terbaik. Karena ia akan senantiasa hadir pada saat kondisi apapun. Ia juga tidak akan membiarkan anda terjelembab dalam keterpurukan, dan akan terus mengusahakan upaya terbaiknya demi hidup anda. Tanpa lelah.

Kembali ke persoalan suntuk nya saya dalam menjalani aktivitas di pekan ini. Di satu sisi beberapa hal mungkin terlihat membahagiakan. Teman-teman saya sepekan kemarin telah banyak yang menyelesaikan kewajiban kuliahnya, dan sudah ‘de facto’ menyandang gelar Sarjana Teknik. Di sisi lain, sejujurnya ada ‘kecemburuan’ melihat keberhasilan yang dicapai oleh teman-teman saya tersebut. Masuk bareng, ospek bareng, nugas bareng, tapi mereka lulus duluan. Lalu saya kapan? Ini diniatkan nyusul di periode selanjutnya. Haha

Memutuskan untuk menunda kelulusan secara langsung membuat saya memiliki waktu tambahan untuk menyiapkan kehidupan pasca kampus sekaligus merenungi sejauh apa kesiapan saya untuk menghadapi kehidupan tersebut. Beberapa hal saya sadari. Yang pertama, menurut saya mayoritas pendidikan di kampus sebenarnya mendidik kita untuk menjadi seorang pegawai atau karyawan yang mengabdikan dirinya untuk perusahaan atau orang tertentu. Paradigma Orang ingin bersekolah hingga tingkat pendidikan tinggi mayoritas agar ia bisa bersaing dan memperoleh pekerjaan yang layak dan nyaman, bukan untuk memperoleh kebebasan hidup dengan ilmu mencipta pekerjaan yang baru.

“Bidang seorang sarjana adalah berfikir dan mencipta yang baru, mereka harus bisa bebas dari segala arus masyarakat yang kacau…”

Begitu lah Soe Hok Gie berpendapat tentang bagaimana seharusnya seorang sarjana berpikir.

Banyaknya beban sks, padat dan banyaknya tugas kuliah, dan batasan waktu studi secara nyata juga memaksa kita para mahasiswa untuk berpikir seperti kebanyakan orang pada umumnya. Hanya sedikit mahasiswa sekarang yang orientasi kedepan pasca lulusnya untuk membangun, berwirausaha (entah itu berkaitan dengan keilmuan ataupun tidak), dan menciptakan banyak lapangan kerja bagi orang lain. Ini mungkin termasuk saya.

Hal kedua yang saya sadari setelah memutuskan untuk menunda kelulusan dari kampus ini adalah bahwa ternyata saya ini kurang suka diperintah oleh orang lain. Saya menyukai kebebasan dalm berfikir dan bertindak. Mungkin laiknya tokoh Ender (dalam film Ender’s Game). Itulah mungkin penyebabnya saya amat jarang sekali mengikuti organisasi atau kepanitiaan di kampus yang memaksa saya berada satu atau dua tingkat di bawah ketua langsung (kepala bidang atau divisi). Jika tidak mengambil posisi ketua, saya lebih banyak memilih menjadi staff karena cenderung lebih bebas. Tawaran posisi senator pun saya terima karena bidang tersebut lebih membuat saya bebas berkreasi dan berfikir, dan Ketua maupun DPM IMG saat itu memberikan kewenangan yang cukup besar kepada saya untuk lebih berperan dan bertindak (selain karena memang minat saya sendiri dalam dunia politik dan kebijakan cukup tinggi).

Memiliki sifat seperti ini bukan berarti saya tidak bisa bekerja sama. Jika memang amanah dalam suatu bidang tertentu tersebut datang dan dirasa tidak ada lagi orang yang mampu mengembannya, Insya Allah saya akan menjalaninya dengan baik secara professional dan bertanggung jawab. Karena menurut saya sendiri bentuk kerja sama terbaik dalam sebuah organisasi atau tim terwujud ketika setiap bagian didalamnya bekerja baik.

Memiliki sifat seperti ini bukan berarti saya berorientasi pada hasil, dan mengesampingkan proses yang terjadi didalamnya. Saya sangat memperhatikan proses yang terjadi dalam bekerja, namun orientasi saya adalah tujuan. Sekali lagi, tujuan. Tujuan belum tentu sama dengan hasil. Jika tujuan baik, maka kita pun akan berusaha untuk menciptakan proses dengan baik. Itu salah satu prinsip saya.

Hal ketiga yang saya sadari adalah bahwa saya ini belum melek finansial. Ini juga berkaitan dengan kesadaran yang pertama sebenarnya. Selama ini paradigma saya ketika nanti saya bekerja adalah untuk mendapatkan upah (uang). Setelah beberapa buku yang saya baca terkait ilmu finansial keluarga, orang-orang kaya bekerja bukan untuk itu. Prinsip mereka adalah uang bukan sesuatu yang riil. Sehingga ia berupaya agar uang lah yang bekerja untuk mereka, bukan mereka yang bekerja untuk uang. Hal itu lah yang menjadi dasar untuk seseorang agar ia memiliki kebebasan finansial.

Selama ini beberapa nasihat yang keluar dari keluarga, ataupun lingkungan sekolah kita menyarankan untuk menabung agar kelak kita bisa hidup berkecukupan di hari tua nanti. Padahal jika kita menabung pada sebuah bank konvensional, lalu diapakan uang yang kita tabungkan itu oleh bank yang bersangkutan? Mereka mengolahnya dan memutarnya melalui usaha-usaha tertentu, sehingga akan menghasilkan lebih banyak uang (yang tentunya uang tersebut akan mengalir kepada orang-orang kaya para Bankir). Lantas uang dalam tabungan kita? Tidak akan bertambah secara signifikan, hanya beberapa persen karena adanya bunga.

Begitu lah beberapa hal yang saya renungi dalam fase tingkat ‘akhir’ di kampus ini. Beberapa hal tidak saya ungkapkan. Dan ternyata memang saya masih harus banyak belajar. Mempersiapkan diri agar kehidupan pasca kampus nanti tidak ada penyesalan yang dialami.

 

Janji Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Kami..
Segenap mahasiswa Insitut Teknologi Bandung
Demi Ibu Pertiwi, berjanji
Akan menuntut ilmu,
Keterampilan dan watak penghayatan
Dengan ketekunan dan kesadaran
Bagi kesejahteraan Bangsa Indonesia
Peri kemanusiaan dan peradaban
Berdasarkan Pancasila

Kami berjanji..
Akan menegakkan dan menjunjung tinggi
Kejujuran dan keluhuran pendidikan
Serta susila mahasiswa

Kami berjanji ..
Akan setia pada almamater
Institut Teknologi Bandung
Serta bangsa dan Negara kami
Republik Indonesia

Demi itu kami mohon, Tuhanku
Rahmat dan tuntunan-Mu

 

Ikrar Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Kami, mahasiswa Institut Teknologi Bandung
Sadar, bahwa kami hanyalah sebagian kecil dari rakyat Indonesia
Yang berkesempatan untuk menikmati pendidikan atas beban rakyat Indonesia
Sadar, bahwa kami dituntut untuk berperan dalam perbaikan dan pembaharuan masyarakat Indonesia
Sadar, bahwa pada pundak kami ini tertumpu harapan masa depan Indonesia

Karenanya :

  1. Kami tidak boleh hanya memikirkan diri sendiri, harus mendahulukan kebutuhan masyarakat
  2. Kami tidak akan menunda-nunda tindakan kami untuk berperan dan membuat perubahan mulai dari diri kami sendiri
  3. Kami akan bekerja keras untuk mewujudkan harapan rakyat bangsa, dan Negara Indonesia serta almamater Institut Teknologi Bandung.

Ikrar ini segera kami buktikan,
Dalam tindakan nyata dari kami

 

Dear Kamerad IMG 2011,

Ada yang ingatkah untaian kata-kata di atas? Yeah, mungkin ada yang ingat, terlupa, atau bahkan baru menyadarinya saat ini. Untaian kata tersebut pernah sama-sama kita ucapkan pada tanggal 2 Agustus 2011 di Gedung Sasana Budaya Ganesha. Saat hari dimana kita disahkan secara resmi oleh kampus ITB ini sebagai bagian dari keluarga mahasiswa nya. Untaian kata berupa janji dan ikrar, yang entahlah selama kita di kampus ini sudah kita laksanakan dengan baik atau belum, atau bahkan samasekali lupa dengan janji dan ikrar tersebut. (more…)