Posts Tagged ‘ITB’

10382175_10203363009013262_1694891513485699756_n
Yang berdiri di tengah kami itu namanya Pak Dikdik Wihardi. Angkatannya boleh dikatakan sangat senior di kalangan dosen geodesi ITB. Tapi beliau lah orang berkenan mengunjungi setiap kelompok saat Kemah Kerja dengan berjalan kaki.
Karena dengan kondisi topografi lokasi kemah kerja saat itu, hanya cara tersebut lah yang memungkinkan untuk beliau agar dapat mengamati setiap peserta yang sedang melakukan pembelajaran lapangan untuk dunia profesi kami.

Beliau juga yang mengingatkan kepada kami, bahwa sesungguhnya keilmuan geodesi sudah ditunjukkan Tuhan dalam wahyu-Nya. Kita yang melata di dunia ini hanya melaksanakan apa yang tertuang dalam kitab suci-Nya.

Beliau juga yang menunjukkan bahwa teknologi lama belum tentu tidak berguna saat teknologi baru pengganti bermunculan. Karena pada dasarnya teknologi hanya alat untuk mempermudah pekerjaan, sedangkan prinsip dan konsep ilmu ada dalam diri manusia itu sendiri.

Terima kasih Pak, atas seluruh pembelajaran yang telah diberikan.
Maafkan para ex mahasiswamu yang seringkali tak tahu adab ini.

img_20161110_081616

Ini bukan soal seberapa banyak kita mampu memberi.
Ini soal seberapa bisa kita berbagi dari sedikit apa yang kita miliki.

Pengmas GD ITB 2011.
10 November, 4 tahun lalu.

img_20160908_134535

Melingkar.
Ikatan itu bukannya lepas.
Hanya kini lingkarannya yang membesar.
Mengisi pos dengan masing-masing tugasnya.

c360_2016-05-30-21-52-03-2331

MIMPI vs EGOISME.

Telah 4 tahun berlalu, hasrat itu muncul. Setelah diri ini mendengarkan hikayat orang yang pertama-tama bergabung dengannya.

Mereka bercerita tentang negeri yang dimana kesenjangan untuk menikmati pendidikan begitu tinggi.

Mereka bercerita tentang bagian bumi yang katanya sudah berdikari, tapi listrik pun belum sampai ke seluruh penjuru negeri.

4 tahun lalu cerita itu memancing hasrat diri yang kemudian memunculkan mimpi. Ingin rasanya ikut terjun dalam pergerakan yang dirintis. Ingin rasanya diri ini turut menjadi abdi.

Tekad dibulatkan. Diri dipersiapkan. Mental dimatangkan.

Namun, ketika mendapat bisikkan tentang bagaimana keadaan lingkungan sekitar diri. Tersadar mungkin sebagian besar hasrat itu adalah karena egoisme pribadi yang ingin sekali diakui keberadaan dirinya oleh banyak insan negeri.

Apalah arti terjun ke mengakar rumput jikalau diri ini sebenarnya masih hanya ilalang yang sedikit lebih meninggi?

Apalah arti hasrat menjadi abdi di penjuru negeri jikalau itu dengan cara abaikan keluarga dan lingkungan sekitar? Padahal mereka lah yang seharusnya pertama-tama abdikan dan kontribusikan oleh diri ini?

Apalah arti mimpi jikalau ia mungkin akan lebih banyak membikin susah mereka yang selalu mendampingi? Padahal baru secuil diri ini memberi?

Mimpi. Ia seharusnya membuat semakin taat kepada-Nya, meninggikan derajat diri dan keluarga di hadapan-Nya, serta memberi manfaat maksimal kepada lingkungan terdekat sebagai yang pertama-tama.

Tertutur kata maaf, karena cara menyalurkan hasrat ini harus diredam, meskipun semangat nya tetap terus digenggam.

Tertutur kata maaf, karena mungkin saat ini bergabung dengannya bukanlah cara terbaik yang harus dilalui diri ini jika ingin berkontribusi bagi penduduk negeri.

Tertutur kata maaf, untuk mereka yang selama ini mendukung dan siap menjadi tameng dalam setiap tahapan proses yang diikuti.

Bumi ini milik-Nya. Ia hamparkan berbagai cara dan pilihan agar setiap insan dapat memberikan manfaat bagi sesamanya. Serta menjadi sosok pribadi terbaik di hadapan-Nya.

Diri ini yakin, bahwa keadaan saat ini adalah juga bagian dari rencana-Nya. Maka ia akan berikan jalan agar kebaikan dari hasrat itu tetap tersalurkan pada saatnya.

Terima kasih karena selama ini telah memberi inspirasi. Terima kasih atas semangat yang dibagi.

Semoga suatu saat nanti Ia tunjukkan cara lain agar diri ini dapat berbagi dan memberikan kontribusi untuk gerakkan ini.

Terima kasih, Indonesia Mengajar.

3101…

Posted: November 12, 2016 in Dunia Kuliah, Goresan Pena
Tags:

capture-7

Ruangan dalam gedung yang cukup menyejarah.
Setia menemani dan menjadi lingkungan yang menyenangkan terkadang, pulas lebih sering menerpa, lelah dirasa, dan mencekam seberapa.

Ialah yang dibawah atap itu, yang setia. Menemani diri dan menjadi saksi bagaimana diri ini berproses menjawab persoalan kehidupan di luarnya.

capture-6

“Di sini kami tempa diri.
Pribadi tangguh nan berbudi.
Kami ingin dapat berbuat.
Untuk jaya tanah airku.

Kami siap abdikan diri.
Dengan jiwa dan raga ini.
Berbuat demi negeri ini…
Agar jaya bangsaku.

Segala cipta dan karsa ini.
Adalah bara tuk berkarya.
Semangat ku kobarkan slalu.
Api jaya almamaterku.

Dengan tulus ku berikrar.
Untuk selalu berjuang.
Setia ku usung panjimu
Kibar jaya kampusku.

Sumbangsihku mungkin tak berarti.
Tapi iklash ku baktikan semua.

Dengan tulus ku berikrar.
Untuk selalu berjuang.
Setia ku usung panjimu.
Kibar jaya kampusku.
Kibar jaya ITB.”

capture-5

H-4 Ramadhan.

Aktivitas ruhiyah di tengah kemegahan mall di Kota Bandung.

Hanya sedang berusaha memenuhi adab dalam menuntut Ilmu. Mendatangi gurunda untuk meminta sesuap hikmah dan berpengharap mendapat rahmat dari-Nya.

Layaknya Imam Bukhari yang harus berkeliling jazirah untuk mencatat satu kalimat yang diucap Rasul-Nya. Tanpa lelah.

Layaknya Ali, yang saat hijrah, harus berjalan kaki. Menyusuri padang pasir antara Mekkah dan Madinah. 400 km jauhnya. Lelah dan pecah-pecah kakinya tak dirasa, demi bersama dengan Rasul-Nya tercinta.

Layaknya Salman Alfarisi, yang terus mengembara untuk mengetahui apa sebenarnya tujuan ia dilahirkan di dunia. Ia menemukan jawabnya pada Muhammad Saw di negeri yang banyak ditanami pohon kurma. Dan serta menjadi salah satu sahabat yang utama.

Layaknya Musa yang tak pernah berputus asa atas rahmat-Nya. Lari sebagai buronan. Terdampar di negeri madyan. Lapar, haus, kering kerontang lambung dan tenggorokannya. Ia tidak mengemis pada manusia lainnya. Ia hanya menengadahkan tangannya ke langit. Meminta pertolongan pada Rabb-Nya.

Layaknya Hajar. Yang menyebrangi safa dan marwah. 7 kali jaraknya. Berharap menemukan sepercik air. Demi berhentinya tangisan, Ismail putranya.

Bulan penuh kerahmatan itu akan segera tiba.

Ya Rabb, pertemukanlah umat muslim negeri ini dengan Ramadhan dalam keadaan tak berputus asa atas rahmat-Mu.
Karuniakan lah kami keberlimpahan berkah atas datangnya bulan suci ini.
Karuniakan lah negeri kami ampunan dan kemakmuran atas datangnya Ramadhan ini.

capture-4

Tempat ini diberi nama PLAZA WIDYA NUSANTARA.

supaya kampus ini menjadi tempat anak bangsa menimba ilmu, belajar tentang sains,seni,dan teknologi.

supaya kampus ini menjadi tempat bertanya ,dan harus ada jawabnya.

supaya kehidupan di kampus ini membentuk watak dan kepribadian.

supaya lulusannya bukan saja menjadi pelopor pembangunan,tetapi juga pelopor persatuan dan kesatuan bangsa.

14310468_1111338555627082_6537209290935124859_o

Perkenalkan, ia adalah seorang ibunda yang dari rahimnya telah terlahir diri ini.

Usia fisik nya memang sudah 64 tahun, namun mental untuk melakukan pengabdian dan kerja dalam memenuhi tuntutan kehidupan ini masih sangat bergelora.

Ia adalah orang yang menginspirasi diri ini untuk tidak menyerah pada keadaan.
Membesarkan dan mendidik dua putra terakhirnya seorang diri, yang kala itu masih bocah hingga saat ini keduanya telah bergelar sarjana, adalah bukti tangan dingin didikannya.

Ia yang seringkali berusaha menyembunyikan keadaan sulit keluarga kepada putra bungsu nya ini agar dapat fokus untuk menuntut ilmu.

Ia yang sederhana, tak pernah berkeinginan bermewah megah pada kehidupan dunia ini meskipun kesempatan itu datang menghampiri.

Ia yang jiwa dan raga nya selalu terbuka, saat anak-anaknya datang untuk berkeluh kesah tentang kehidupan yang ada.

Ia yang menginspirasi, bahwa tujuan dan jalan hidup yang mengabaikan kehadiran Tuhan disana, akan berujung rasa kecewa.

Ah, rasanya tak cukup kolom ini untuk berkisah tentangnya.

Ah, rasanya ucapan terima kasih masih sangat tidak pantas, bahkan segala pengabdian seumur hidup diri ini tak akan cukup untuk membalas bahkan hanya setetes air susu yang telah ia berikan.

Diri ini hanya bisa bersimpuh dalam doa, semoga Allah melimpahkannya keberkahan hidup di dunia, dan membangunkan sebuah istana megah untuknya di dalam surga.

Semoga Allah berkehendak untuk memberikannya selalu karunia kesehatan agar dapat menyaksikan kisah sukses putra-putrinya.

Dan semoga Allah sudi memberikan kesempatan pada diri yang masih kotor ini, membersamainya kelak di dalam surga.

Sisa Pasukan…

Posted: November 12, 2016 in Cerita Motivasi, Dunia Kuliah, Goresan Pena
Tags: ,

yudisium-6

Sisa pasukan.

Waktu awal memutuskan melepaskan diri dari amanah di lembaga terpusat dan memilih mengorganisir di prodi, tak pernah terbayang diri ini akan bekerja sama dengan mereka.
Bahkan sempat berprasangka buruk hanya akan ada secuil orang yang mau membantu pekerjaan itu.

Namun ternyata Allah memang tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang berusaha berbuat kebaikan di dunia ini.
Terlebih ini berkaitan dengan urusan-Nya.
Ia kirimkan 12 orang lainnya untuk membantu hamba yang penuh lumpur dosa ini dalam mengelola amanah yang diberikan.
Tentu nya banyak hal yang masih kurang. Banyak hal juga yang dapat diambil pelajaran.

3 orang yang membersamai saya di foto ini adalah sisa pasukan tersebut yang, atas rencana-Nya, tertunda kelulusannya dalam mengarungi kawah candradimuka kampus ini. Beberapa yang lainnya sudah mendahului lepas status mahasiswa nya, beberapa yang lainnya masih diberi kesempatan untuk belajar lebih banyak di kampus yang melahirkan proklamator negeri ini.

Terima kasih atas kebersediaan jiwa dan raga yang diberikan.
Terima kasih karena telah mau untuk sama-sama belajar.
Semoga Allah berkehendak untuk mengabadikan kebersamaan ini hingga di surga-Nya kelak.

Selamat menjalani episode baru kehidupan dunia ini.